Untuk Anda Kami Ada

Noyo Gimbal

Noyo Gimbal - Desa Bangsri

Desa Bangsri di Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, kini memiliki ikon baru yang menambah daya tarik wisatanya. Sebuah patung megah yang menggambarkan sosok Noyo Gimbal atau Noyo Sentiko, tokoh legendaris dalam sejarah perjuangan rakyat Blora, resmi berdiri dan mulai menyedot perhatian banyak wisatawan.

Antusiasme masyarakat dan wisatawan terhadap Patung Noyo Gimbal begitu tinggi. Setiap akhir pekan, lokasi ini dipadati pengunjung yang ingin berfoto maupun mengenal lebih jauh kisah heroik Noyo Gimbal. Fenomena ini juga berdampak positif terhadap ekonomi warga, dengan meningkatnya pendapatan dari usaha kecil seperti kuliner dan cenderamata.

Lebih jauh, Pemerintah Desa Bangsri telah merancang pengembangan kawasan sekitar menjadi taman edukasi sejarah. Dengan konsep ini, wisatawan akan diajak mengenal lebih dalam perjalanan perjuangan rakyat Blora melalui cara-cara interaktif dan menyenangkan, memperkaya pengalaman wisata sekaligus memperkuat kecintaan terhadap budaya lokal.

Patung Noyo Gimbal tidak hanya menjadi lambang estetika, tetapi juga jembatan untuk memperkenalkan warisan budaya Blora kepada generasi muda. Dengan pendekatan kreatif, desa ini membuktikan bahwa pelestarian sejarah dapat berjalan beriringan dengan pengembangan wisata.

Noyo Gimbal, sebuah kawasan wisata alam dan pertanian, Desa Bangsri telah menarik perhatian banyak wisatawan sejak dibuka pada Juni 2023. Dibangun dengan semangat swadaya, bantuan dana desa, dan dukungan Banprov, proyek ini menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong perekonomian masyarakat setempat.

Noyo Gimbal menawarkan pengalaman unik yang memadukan hijauan sawah, kolam mina padi, dan suasana pedesaan yang tenang. Pengunjung bisa menikmati suasana alam yang sejuk sambil menikmati spot-spot foto yang menarik. Dengan dukungan komunitas lokal dan inisiatif masyarakat, Noyo Gimbal tidak hanya menjadi tempat rekreasi, tetapi juga menjadi ruang ekspresi dan wadah kreativitas bagi penduduk desa.

Noyo Gimbal adalah contoh nyata bahwa visi, semangat, dan kerjasama, mengubah desa kecil menjadi destinasi wisata yang menarik. Melalui kesungguhan dan semangat gotong royong, Desa Bangsri membuktikan bahwa dari sawah sederhana, mimpi besar bisa terwujud dan mensejahterakan seluruh warga desa.

Nyasar Di Tempat Yang Sunyi Dan Damai Di Bendung Goa Landak

Bendung Goa Landak

Awal yang tak sengaja, karena tujuan sebenarnya hanya ingin bersepeda menikmati suasana pemandangan pedesaan, persawahan dan hutan disepanjang perjalanan yang saya rencanakan bisa sampai ke jurangjero, bogorejo. Tentu saja perjalanan dengan bersepeda ini akan memakan waktu sekitar 90 menit, mengingat jaraknya yang cukup jauh sekitar 25 Km.

Sepanjang perjalanan, tak ada halangan berarti karena menyusuri jalanan beraspal yang cukup bagus sebagai jalan penghubung antara kecamatan jepon dan kecamatan bogorejo. Tetapi untuk sampai ke desa jurangjero, saya harus mengambil jalan ke utara setelah sampai di pertigaan pasar karang.

Perjalanan dengan bersepeda terus berlanjut hingga melewati dua jembatan dan jalan cor beton di desa karang, dan kemudian perjalanan berat dimulai. Saya merasakan beratnya mengayuh sepeda di jalan berbatu dan kondisi jalan yang menanjak kearah utara, satu- satunya akses jalan ke desa jurangjero.

Jika dicermati, sepertinya kondisi jalan ini sudah pernah di aspal. Mungkin karena kualitas pengerjaan atau material yang digunakan untuk membangun jalan yang tidak bagus, hingga menjadi lebih cepat rusak. Terlihat batuan kricak dan sisa- sisa aspal terkelupas berserakan, hingga terlihat lapisan dasar jalan berupa batuan kapur.

Untungnya selama perjalanan terhibur dengan suasana desa yang penuh dengan keramahan penduduknya. Beberapa kali berhenti dan mampir di warung, sekedar untuk bercengkerama dengan pemiliknya dan bertanya soal arah jalan mana yang harus saya ambil agar tidak nyasar.

Setelah beberapa menit melanjutkan bersepeda, tanpa terasa melewati lahan persawahan yang sedang menguning. Terlihat beberapa orang sedang mengangkut jerami dengan menggunakan motornya, rupanya ada pemilik sawah yang sedang panen padi. Tak ada salahnya untuk berhenti sejenak menikmati pemandangan sawah dan melihat para petani yang sedang panen. Tentunya ini bisa menjadi hiburan tersendiri.

Setelah puas mengabadikan beberapa moment panen padi, perjalanan berlanjut dan masih dalam kondisi jalanan desa yang cukup berat untuk dilalui. Kondisi jalan yang sepi dan rumah penduduk yang mulai jarang, tak ada seorang pun yang bisa ditanya. Sampailah disebuah pertigaan jalan di pinggir sebuah desa yang saya tak tahu namanya.

Hampir tiga puluh menit berhenti, beristirahat, dan berharap banyak ada orang yang lewat untuk sekedar bertanya arah jalan, tetap saja tak ada yang lewat. Akhirnya saya putuskan untuk mengambil jalan kearah kanan yang menanjak dan masuk kelingkungan desa.

Sekali lagi keramahan penduduk desa yang terlihat sepanjang perjalanan membuat saya berhenti dan menanyakan arah jalan. Kondisi jalan yang menanjak dan jumlah rumah penduduk yang masih sedikit, membuat saya bebas mengarahkan pandangan untuk sekedar menikmati suasana desa yang sepi dan berudara sejuk.

Tanpa sengaja saya melihat sebuah kawasan yang cukup luas dengan air yang cukup melimpah, sepertinya sebuah embung atau bendungan. Posisinya berada di sebelah barat desa, di tengah lahan persawahan. Saya pun akhirnya harus kembali turun ke pertigaan jalan dipinggir desa tadi. Ternyata jalan terdekat dan mudah menuju ke kawasan itu adalah dari pertigaan jalan pinggir desa kearah kiri.

Menyusuri jalan tanah dan dibagian pinggirnya ada saluran air atau lebih tepatnya irigasi, dan tak membutuhkan waktu lama pun akhirnya sampai juga ke kawasan ini.

Pintu air
Bendung Goa Landak

Ternyata namanya "Bendung Goa Landak" dan saya tak tahu mengapa dinamakan demikian. Setelah saya menanyakan ke beberapa orang yang saya jumpai, nama itu di ambil dari beberapa goa atau lubang- lubang besar yang ada disekitar pintu air yang saat ini telah ditutup.

Perluasan kawasan bendungan dan perbaikan pintu air, menyebabkan goa- goa itu harus ditutup agar air yang tertampung dibendungan tidak masuk ke goa- goa atau lubang- lubang itu. Mengenai hewan Landak yang menghuni goa- goa itu, penduduk desa pun tak ada yang tahu karena keberadaan landak itu hanya cerita turun- temurun saja.

Melihat- lihat sekeliling bendung goa landak ini, membuat saya harus membatalkan tujuan semula. Suasana yang jauh dari kebisingan suara knalpot, polusi udara, dan tentunya pemandangan sekitar bendung goa landak, membuat saya betah berlama- lama untuk menikmatinya. Bersepeda ke jurangjero akan saya lakukan lain waktu saja.

Irigasi Bendung Goa Landak


Sepertinya bendung goa landak ini sudah sejak lama ada, tentu saja kondisinya tidak seperti saat ini. Ini terlihat dari bangunan pintu air yang masih menggunakan struktur konstruksi bangunan yang lama. Jika diamati lebih detail, konstruksi pintu air mirip bangunan jaman orde lama dan masih difungsikan.

Sejauh mata memandang kearah selatan, ternyata bendung ini bisa mengairi lahan persawahan yang sangat luas pada musim penghujan. Sayangnya saat ini sedang musim kemarau, hingga airnya surut tidak bisa untuk mengairi sawah. Sedangkan pada bagian utara adalah landscape perbukitan kapur dan hutan jati.

Keberadaan Bendung Goa Landak ini belum banyak yang mengetahui, termasuk saya yang baru pertamakali menginjakkan kaki disini. Tentunya inilah pengalaman "Nyasar Di Tempat Yang Sunyi Dan Damai Di Bendung Goa Landak", untuk pertamakalinya saat bersepeda menikmati suasana pedesaan yang jaraknya bisa dibilang cukup jauh dari pusat kota blora.

Kecamatan Japah


Japah adalah sebuah kecamatan yang terletak di sebelah barat Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini terletak pada 111°016 - 111°338 Bujur Timur dan di antara 06°528’ - 07°248’ Lintang Selatan.

Wilayah Kecamatan Japah bagian selatan terdiri dataran rendah dan tanahnya subur, jalan datar beraspal baik, sementara wilayah bagian timur merupakan kawasan hutan jati milik Perhutani yang terdapat dataran tinggi dan tanahnya subur, jalan beraspal rusak. Wiayah bagian barat terdapat kawasan hutan jati milik Perhutani yang terdapat dataran tinggi, tanahnya subur, jalan beraspal baik, sementara wilayah bagian Utara terdapat kawasan hutan jati yang luas milik perhutani dataran tinggi, tanah berbatu, dan jalan beraspal rusak.

Desa/kelurahan

1. Beganjing
2. Bogem
3. Bogorejo
4. Dologan
5. Gaplokan
6. Harjowinangun
7. Japah
8. Kalinanas
9. Krocok
10. Ngapus
11. Ngiyono
12. Ngrambitan
13. Padaan
14. Pengkolrejo
15. Sumberejo
16. Tengger
17. Tlogowungu
18. Wotbakah

Separuh dari wilayah Kecamatan Japah merupakan kawasan hutan, terutama di bagian utara, timur, dan barat dan dataran rendah di bagian selatan umumnya merupakan areal persawahan yang subur. Sebagian besar wilayah Kecamatan Japah merupakan daerah krisis air (baik untuk air minum maupun untuk irigasi) pada musim kemarau. Sementara pada musim penghujan, rawan banjir longsor di sejumlah kawasan.

Wilayah Kecamatan Japah beriklim Tropis dan suhu udara rata–rata 32º C. Pada musim kemarau, yakni antara bulan April hingga Oktober suhu udara rata–rata 34 ºC dan 38 ºC, sementara pada musim penghujan, yakni antara bulan Oktober hingga April suhu udara rata – rata 32 ºC dan 34 ºC. Keadaan angin pada musim penghujan sangat kencang dari arah barat daya dan Utara.

Daerah Kecamatan Japah pada musim hujan sering terjadi banjir, karena tidak adanya selokan yang memadai sehingga mengakibatkan banyaknya genangan air yang akan mengakibatkan jalan beraspal menjadi rusak, juga banyak terjadi tanah longsor. Pada musim kemarau Kecamatan Japah sering terjadi kekeringan,sulit untuk mendapatkan air dan disisi lain sering terjadi kebakaran. Daerah Kecamatan Japah merupakan daerah lahan kritis dan tandus, sehingga pendapatan perkapita rendah, juga tergolong ekonomi rendah, sehingga Kecamatan Japah dapat disebut daerah staguna (daerah mandek).

Kondisi Terkini Pemandian Sayuran


Fakta tentang kondisi terkini pemandian sayuran yang berada di desa soko, kecamatan jepon, kabupaten blora, ternyata jauh dari apa yang diberitakan selama ini. Memang dulu, tempat wisata ini menjadi favorit bagi sebagian besar warga blora yang ingin berlibur di akhir pekan.

Letaknya yang berada diatas bukit, memungkinkan para pengunjungnya dapat menikmati pemandangan alam dibawahnya. Selain itu, ada kolam- kolam renang untuk anak- anak dan orang dewasa. Demikian pula, ada sebuah tempat yang sangat sakral bagi warga sekitar. Lokasinya berada di puncak bukit sayuran, warga mengenalnya sebagai tempat bersemadi para penganut kepercayaan kejawen.

Lain dulu, lain pula kondisi tempat wisata pemandian sayuran saat ini. Akses jalan yang bagus, memudahkan saya untuk mencapai ke lokasi dengan mudah. Berbeda dengan beberapa waktu yang lalu, dimana kondisi jalan yang rusak parah. Suasana tampak sepi dan hanya sesekali truk pengangkut batu kapur dan beberapa sepeda motor melintas.

Kondisi pintu gapura sebagai pintu masuk utama menuju kolam- kolam renang didalam area pemandian sayuran terlihat banyak sekali corat- coret berupa gambar dan tulisan. Pintu gapura telah rusak dengan kondisi tidak digembok, demikian pula dengan pagar besinya sudah berkarat dan ada yang hilang.

Masuk ke area kolam- kolam terlihat akses jalannya yang tidak terawat dan banyak sampah dedaunan. Sampai ditepian kolam, tak ada airnya sama sekali dan terlihat banyak ubinnya yang terlepas. Tampak pula jejak- jejak tangan usil yang meninggalkan coretan- coretan di dinding kolam. Banyak sekali terdapat retakan- retakan di dasar kolam dan pada dindingnya.

Kemudian saya bergegas keluar dari area kolam pemandian sayuran, menuju ke tempat persemadian para penganut aliran kepercayaan . Terlihat dari kejauhan gapura lengkung berwarna putih, terdapat sederet tulisan aksara jawa dan tulisan "Waringin seto". Pintu gapura terkunci rapat dan digembok, menandakan tempat ini masih dirawat. Terbukti pada bagian dalam area tempat persemadian ini bersih, meskipun didalam terdapat pohon- pohon perdu yang bersulur. Berbeda dengan bagian halaman luar yang dibiarkan kotor.

Penasaran dengan jalan berbatu yang sepertinya menuju ke bagian belakang dari tempat persemadian ini, ternyata terdapat sebuah bangunan rumah yang bagus. Namun sayang belum sempat melihat kondisi rumah dari jarak dekat, terdengar gonggongan anjing- anjing yang cukup keras dari arah rumah itu. Pertanda kehadiran saya tak dikehendaki.....

Samin Surosentiko


Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859, di Desa Ploso Kedhiren, Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau lebih dikenal dengan Samin Sepuh. Nama Samin Surosentiko yang asli adalah Raden Kohar . Nama ini kemudian dirubah menjadi Samin, yaitu sebuah nama yang bernafas kerakyatan.

Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan juga masih bertalian darah dengan Pengeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada tahun 1802-1826.

Pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora. Banyak penduduk di desa sekitar yang tertarik dengan ajarannya, sehingga dalam waktu singkat sudah banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya. Pada saat itu pemerintah Kolonial Belanda belum tertarik dengan ajarannya, karena dianggap sebagai ajaran kebatinan biasa atau agama baru yang tidak membahayakan keberadaan pemerintah kolonial.

Pada tahun 1903, Residen Rembang melaporkan bahwa ada sejumlah 722 orang pengikut samin yang tersebar di 34 Desa di Blora bagian selatan dan daerah Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin. Sehingga sampai tahun 1907 orang Samin berjumlah + 5.000 orang. Pemerintah Kolonial Belanda mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan.

Dan pada tanggal 8 Nopember 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai RATU ADIL,dengan gelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian selang 40 hari sesudah peristiwa itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh radenPranolo, yatu asisten Wedana Randublatung. Setelah ditangkap Samin beserta delapan pengikutnya lalu dibuang ke luar Jawa, dan berliau meninggal di luar jawa pada tahun 1914.

Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan pergerakan Samin. Wongsorejo, salah satu pengikut Samin menyebarkan ajarannya didistrik Jawa, Madiun. Di sini orang-orang Desa dihasut untuk tidak membayar Pajak kepada Pemerintah Kolonial. Akan tetapi Wongsorejo dengan baberapa pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.

Tahun 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnya menyebarkan ajaran Samin di daerah Grobogan, sedangkan Karsiyah menyebarkan ajaran Samin ke Kajen, Pati. Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, Kabupaten Tuban, tetapi mengalami kegagalan.

Tahun 1914, merupakan puncak Geger Samin. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kolonial belanda menaikkan Pajak, bahkan di daerah Purwodadi orang-orang Samin sudah tidak lagi menghormati Pamong Desa dan Polisi, demikian juga di Distrik Balerejo, Madiun.

Di Kajen Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, menghimbau kepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga menyerang aparat desa dan Polisi Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu dengan tidak mau membayar pajak.

Tahun 1930, perlawanan Samin terhadap pemerintah Kolonial terhenti, hal ini disebabkan karena tidak ada figur pimpinan yang tanggguh.

Dalam naskah tulisan tangan yang diketemukan di Desa Tapelan yang berjudul Serat Punjer Kawitan, disebut-sebut juga kaitan Samin Surosentiko dengan Adipati Sumoroto Dari data yang ditemukan dalam Serat Punjer Kawitan dapat disimpulkan bahwa Samin Surosentiko yang waktu kecilnya bernama Raden Kohar , adalah seorang Pangeran atau Bangsawan yang menyamar dikalangan rakyat pedesaan. Dia ingin menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan Pemerintah Kolonial Belanda dengan cara lain.

Pengabadian Cinta Di Bebatuan Bukit Cinta

Pemandangan Di Bukit Cinta

Terletak di di Desa Tempel-Lemahbang, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora. Entah sejak kapan dinamakan Bukit Cinta, mungkin nama ini gara-garanya sering disebut di radio- radio lokal ketika itu. Tentu saja, waktu itu belum banyak hp dan mereka memanfaatkan radio untuk berkirim salam kepada teman atau pacar, dan menyebut nama "Bukit Cinta" sebagai tempat janjian untuk ketemuan.


Bukit Cinta menjadi tempat favorit dan ramai dikunjungi pada hari Minggu, yang datang biasanya berpasang-pasangan atau sekelompok anak- anak muda, pelajar SMP dan SMA, yang sudah berumur juga ada bersama anak- anaknya. Tulisan- tulisan pengukuhan cinta tertera ratusan kata- kata cinta yang beberapa diantaranya telah luntur, yang ditulis di batu- batu oleh pasangan muda-mudi yang pertamakali berkunjung di sana atau bahkan berulang-kali.

Perjalanan Ke Bukit Cinta.

Bukit Cinta atau Bukit Selo Parang dapat ditempuh sejauh tak kurang dari 2 kilometer dari jalan raya atau 12 Km dari pusat kota Blora, jika dari arah cepu maka perjalanan ditempuh sejauh 25 km. Dari pertigaan jalan Desa Tempellemahbang atau pertigaan jalan didepan SMU 1 Jepon, kurang- lebih 300-an meter masuk ke jalan Desa tersebut akan menjumpai Balai Desa Tempel yang menghadap ke utara di sisi timur pertigaan jalan.

Pertigaan Tempellemahbang

Dari pertigaan Balai Desa Tempel ini, belok kiri dan lurus saja menyusuri jalan yang mulai menanjak setelah melewati jembatan dan sebuah masjid. Tak berapa lama akan lihat jalan kecil beraspal cukup bagus di sebelah kanan jalan.

Pertigaan kearah Waduk Lemahbang

Dari pertigaan kecil inilah, jalan tersebut akan menuntun sampai di waduk yang berada di bawah Bukit Cinta (Selo Paran). Kendaraan roda empat dapat diparkir di depan sebuah warung sederhana di sisi barat waduk, sedangkan roda dua dapat di parkir di warung sebelah timur waduk.

Warung Di pinggir Waduk Lemahbang

Untuk melepas penat selama perjalanan, tak ada salahnya jika menikmati bekal yang dibawa sambil menikmati pemandangan di seputar waduk. Anda juga dapat menyalurkan hobby memancing, atau sekedar melihat beberapa orang yang sedang menunggu kailnya yang tak kunjung mendapatkan ikan.

Waduk Lemahbang

Pesan saja es teh atau makanan ringan lainnya, sekedar pengisi perut dan melepas rasa dahaga. Nikmati dengan cara lesehan di pinggiran waduk yang sudah tersedia tempat duduk sederhana. Suasananya sejuk dan tidak panas karena posisi warung berada di bawah rerimbunan pohon. 

Landscape Bukit Cinta.

Dari lahan parkir di warung sebelah timur waduk ini, Bukit Cinta bisa ditempuh dengan berjalan kaki pada jalan yang menanjak sejauh tak kurang dari 100-an meter. Pemandangan dari atas perbukitan itu memang cukup indah, seperti pada umumnya pemandangan di dataran tinggi lainnya di blora. Tampak pemandangan di dominasi oleh hutan jati yang baru direboisasi, dan hamparan sawah di sekitar waduk.

Pengabadian Cinta Di Bebatuan.

Tulisan-tulisan cinta tersebar di bebatuan gunung kapur di lahan tak lebih dari 400 meter persegi di atas Bukit Cinta. "Mita Cinta Jaya", "Inem Cinta Budi", "Shodiq Cinta Mala". Simbol- simbol cinta menyertai kata cinta ini, hampir memenuhi seluruh bebatuan di atas bukit ini.

Batu pengabadian cinta

Entah mitos apa yang ingin mereka buat, sehingga menulis cintanya di bebatuan itu. Mungkin, karena pengaruh gaya- gaya percintaan di sinetron yang saat itu juga mulai merambah di entertainment indonesia. Semestinya mereka tak sekedar menulis dengan tipe-ex atau spidol, tetapi memahatnya diatas batu biar tulisan mereka tak luntur atau tak hilang.

Tidak tahu siapa pertama kali yang mencetuskan nama "Bukit Cinta". Yang pasti, masyarakat sekitar sini hanya mengenalnya sebagai Selo Paran.

Saran:
1. Datang ke lokasi pada sore hari, sangat indah menyaksikan matahari tenggelam di ufuk barat.
2. Jangan membawa bekal terlalu banyak karena dikuatirkan akan menimbulkan banyak sampah.
3. Tidak direkomendasikan untuk masuk ke Cafe ( ada Cafe remang- remang ) disebelah barat waduk.
4. Bayar parkir sesuai tarifnya.
5. Ada tambahan fasilitas hiburan yang dapat anda manfaatkan di waduk, yaitu dua angsa air yang bisa digunakan untuk sekedar bermain mengelilingi waduk.

Pesona Tersembunyi Puncak Bukit Pencu



Meskipun belum terdengar gaungnya ke seantero bumi, perbukitan yang sangat terjal ini menyuguhkan pemandangan yang sangat indah. Sejauh mata memandang, yang terpampang didepan mata adalah hamparan lahan pertanian tadah hujan, rumah- rumah penduduk yang sederhana, sebagian luas hutan jati, dan perbukitan kapur. Menyuguhkan pemandangan 360 derajat dengan mengitari puncak bukit ini yang tidak terlalu luas. Dari sisi yang berbeda, maka akan disuguhkan pemandangan yang berbeda pula.

Perjalanan Menuju Lokasi.

Puncak bukit pencu berada di wilayah Kecamatan Bogorejo, tepatnya di sebelah utara Desa Gayam, dapat ditempuh sekitar 1,5 jam dari pusat kota Blora. Di sepanjang perjalanan menuju Puncak bukit pencu, disuguhkan dengan barisan pohon jati di kawasan hutan milik Perhutani yang terletak di Desa Gayam. Sebelum meneruskan perjalanan, sejenak menyempatkan untuk singgah di Sabrangan (perbatasan Desa Gayam dan Desa Gandu) menyuguhkan pemandangan kawasan pegunungan karst.


Kawasan karst merupakan kawasan batuan karbonat yang memperlihatkan bentuk lapisan karst. Kawasan karst tersebut berada di sepanjang jalan di Desa Gandu di sisi kanan dan kirinya dengan topografi sebesar 15-40% dengan ketinggian sekitar 400 m di atas permukaan laut, dimana daerah tersebut merupakan daerah perbukitan.

Sebuah pengalaman perjalanan yang tak akan terlupakan.

Lebih mengasyikkan, jika berada di puncak bukit ini pada pagi dan sore hari. Menikmati munculnya matahari pagi yang malu- malu muncul dari ufuk timur dan hembusan angin pagi yang menyegarkan fikiran dan raga. Atau berada di puncak bukit pada sore hari, menyaksikan sang matahari yang ingin cepat- cepat sembunyi dibalik cakrawala. Sungguh...!!!, tak akan pernah bosan untuk kembali lagi kesini.


Perjalanan harus dilakukan dengan berjalan kaki, karena dari desa ke kaki bukit pencu tak ada lagi jalan yang bisa dilalui dengan kendaraan. Titipkan saja kendaraan ke rumah- rumah penduduk. Jangan kuatir tentang keamanannya, asal memberikan ongkos jasa parkir dan keamanan.

Selayaknya orang yang akan melakukan kegiatan pendakian, persiapkan fisik dan mental dengan prima. Meskipun perjalanan yang ditempuh tidak terlalu lama, namun sangat melelahkan karena menghadapi kondisi jalan yang menanjak dan licin pada saat musim hujan. Sebaiknya perjalanan dilakukan secara berkelompok atau minimal dua orang, dan jangan lupa membawa bekal berupa air mineral dan makanan ringan secukupnya.

Perjalanan pendakian yang menyenangkan.

Sepanjang perjalanan menuju ke puncak bukit pencu, akan menyusuri jalan setapak pematang sawah dan diantara rimbunnya pohon- pohon jati yang baru ditanam di lereng bukit. Terpampang sangat jelas pemandangan alamiah perdesaan dipinggiran hutan yang sangat menyejukkan. Dan, tak terasa perjalanan akan sedikit terasa berat dan membuyarkan pikiran.


Jalan setapak yang menanjak dan terjal, bebatuan yang licin, memaksa harus berhati- hati untuk mengatur langkah menuju puncak bukit. Bagi yang pertamakali melakukan perjalanan seperti ini, tak apalah berhenti sejenak untuk sekedar menikmati bekal yang dibawa.


Seteguk air mineral dan sepotong roti, mengiringi pandangan mata menikmati landscape persawahan dan hutan yang sangat menawan. Seperti lukisan bertema alam yang dipajang di galeri dari seorang maestro, tentu saja pemandangan alamiah ini jauh lebih indah, asli, dan mahal. Lelah pun hilang, berganti dengan semangat untuk segera sampai ke puncak bukit.

Pemandangan yang menentramkan jiwa dan fikiran.

Sejenak beristirahat dan menikmati perbekalan yang tersisa, setelah sampai di puncak bukit pencu. Di sebuah fasilitas sederhana yang tersedia, namun cukup untuk berteduh dari panas sinar matahari yang cukup terik.


Pendakian yang cukup melelahkan, tergantikan dengan perasaan yang tak dapat dilukiskan dengan kata- kata. Sejauh mata memandang sampai ke batas cakrawala, terlepas segala kegundahan yang menumpuk.


Sekedar saran :

1. Tak Masalah kalau ingin "Berteriak dengan Keras" disini ( kebiasaan yang tak bisa hilang ).
2. Bawa bekal secukupnya, terutama air mineral untuk antisipasi dehidrasi.
3. Jangan nyampah, bawa pulang jika perbekalan masih ada sisa.
4. Abadikan moment- moment indah dan menyenangkan dengan kamera yang berkualitas.
5. Bayar uang parkir dan keamanan.
6. Pikirkan lagi untuk kembali kesini.

Pesona tersembunyi puncak bukit pencu yang tak akan bosan untuk dinikmati dan ingin rasanya kembali lagi kesini.

Popular Posts

Labels

close