Untuk Anda Kami Ada

Showing posts with label Ekspedisi. Show all posts
Showing posts with label Ekspedisi. Show all posts

Nyasar Di Tempat Yang Sunyi Dan Damai Di Bendung Goa Landak

Bendung Goa Landak

Awal yang tak sengaja, karena tujuan sebenarnya hanya ingin bersepeda menikmati suasana pemandangan pedesaan, persawahan dan hutan disepanjang perjalanan yang saya rencanakan bisa sampai ke jurangjero, bogorejo. Tentu saja perjalanan dengan bersepeda ini akan memakan waktu sekitar 90 menit, mengingat jaraknya yang cukup jauh sekitar 25 Km.

Sepanjang perjalanan, tak ada halangan berarti karena menyusuri jalanan beraspal yang cukup bagus sebagai jalan penghubung antara kecamatan jepon dan kecamatan bogorejo. Tetapi untuk sampai ke desa jurangjero, saya harus mengambil jalan ke utara setelah sampai di pertigaan pasar karang.

Perjalanan dengan bersepeda terus berlanjut hingga melewati dua jembatan dan jalan cor beton di desa karang, dan kemudian perjalanan berat dimulai. Saya merasakan beratnya mengayuh sepeda di jalan berbatu dan kondisi jalan yang menanjak kearah utara, satu- satunya akses jalan ke desa jurangjero.

Jika dicermati, sepertinya kondisi jalan ini sudah pernah di aspal. Mungkin karena kualitas pengerjaan atau material yang digunakan untuk membangun jalan yang tidak bagus, hingga menjadi lebih cepat rusak. Terlihat batuan kricak dan sisa- sisa aspal terkelupas berserakan, hingga terlihat lapisan dasar jalan berupa batuan kapur.

Untungnya selama perjalanan terhibur dengan suasana desa yang penuh dengan keramahan penduduknya. Beberapa kali berhenti dan mampir di warung, sekedar untuk bercengkerama dengan pemiliknya dan bertanya soal arah jalan mana yang harus saya ambil agar tidak nyasar.

Setelah beberapa menit melanjutkan bersepeda, tanpa terasa melewati lahan persawahan yang sedang menguning. Terlihat beberapa orang sedang mengangkut jerami dengan menggunakan motornya, rupanya ada pemilik sawah yang sedang panen padi. Tak ada salahnya untuk berhenti sejenak menikmati pemandangan sawah dan melihat para petani yang sedang panen. Tentunya ini bisa menjadi hiburan tersendiri.

Setelah puas mengabadikan beberapa moment panen padi, perjalanan berlanjut dan masih dalam kondisi jalanan desa yang cukup berat untuk dilalui. Kondisi jalan yang sepi dan rumah penduduk yang mulai jarang, tak ada seorang pun yang bisa ditanya. Sampailah disebuah pertigaan jalan di pinggir sebuah desa yang saya tak tahu namanya.

Hampir tiga puluh menit berhenti, beristirahat, dan berharap banyak ada orang yang lewat untuk sekedar bertanya arah jalan, tetap saja tak ada yang lewat. Akhirnya saya putuskan untuk mengambil jalan kearah kanan yang menanjak dan masuk kelingkungan desa.

Sekali lagi keramahan penduduk desa yang terlihat sepanjang perjalanan membuat saya berhenti dan menanyakan arah jalan. Kondisi jalan yang menanjak dan jumlah rumah penduduk yang masih sedikit, membuat saya bebas mengarahkan pandangan untuk sekedar menikmati suasana desa yang sepi dan berudara sejuk.

Tanpa sengaja saya melihat sebuah kawasan yang cukup luas dengan air yang cukup melimpah, sepertinya sebuah embung atau bendungan. Posisinya berada di sebelah barat desa, di tengah lahan persawahan. Saya pun akhirnya harus kembali turun ke pertigaan jalan dipinggir desa tadi. Ternyata jalan terdekat dan mudah menuju ke kawasan itu adalah dari pertigaan jalan pinggir desa kearah kiri.

Menyusuri jalan tanah dan dibagian pinggirnya ada saluran air atau lebih tepatnya irigasi, dan tak membutuhkan waktu lama pun akhirnya sampai juga ke kawasan ini.

Pintu air
Bendung Goa Landak

Ternyata namanya "Bendung Goa Landak" dan saya tak tahu mengapa dinamakan demikian. Setelah saya menanyakan ke beberapa orang yang saya jumpai, nama itu di ambil dari beberapa goa atau lubang- lubang besar yang ada disekitar pintu air yang saat ini telah ditutup.

Perluasan kawasan bendungan dan perbaikan pintu air, menyebabkan goa- goa itu harus ditutup agar air yang tertampung dibendungan tidak masuk ke goa- goa atau lubang- lubang itu. Mengenai hewan Landak yang menghuni goa- goa itu, penduduk desa pun tak ada yang tahu karena keberadaan landak itu hanya cerita turun- temurun saja.

Melihat- lihat sekeliling bendung goa landak ini, membuat saya harus membatalkan tujuan semula. Suasana yang jauh dari kebisingan suara knalpot, polusi udara, dan tentunya pemandangan sekitar bendung goa landak, membuat saya betah berlama- lama untuk menikmatinya. Bersepeda ke jurangjero akan saya lakukan lain waktu saja.

Irigasi Bendung Goa Landak


Sepertinya bendung goa landak ini sudah sejak lama ada, tentu saja kondisinya tidak seperti saat ini. Ini terlihat dari bangunan pintu air yang masih menggunakan struktur konstruksi bangunan yang lama. Jika diamati lebih detail, konstruksi pintu air mirip bangunan jaman orde lama dan masih difungsikan.

Sejauh mata memandang kearah selatan, ternyata bendung ini bisa mengairi lahan persawahan yang sangat luas pada musim penghujan. Sayangnya saat ini sedang musim kemarau, hingga airnya surut tidak bisa untuk mengairi sawah. Sedangkan pada bagian utara adalah landscape perbukitan kapur dan hutan jati.

Keberadaan Bendung Goa Landak ini belum banyak yang mengetahui, termasuk saya yang baru pertamakali menginjakkan kaki disini. Tentunya inilah pengalaman "Nyasar Di Tempat Yang Sunyi Dan Damai Di Bendung Goa Landak", untuk pertamakalinya saat bersepeda menikmati suasana pedesaan yang jaraknya bisa dibilang cukup jauh dari pusat kota blora.

Kondisi Terkini Pemandian Sayuran


Fakta tentang kondisi terkini pemandian sayuran yang berada di desa soko, kecamatan jepon, kabupaten blora, ternyata jauh dari apa yang diberitakan selama ini. Memang dulu, tempat wisata ini menjadi favorit bagi sebagian besar warga blora yang ingin berlibur di akhir pekan.

Letaknya yang berada diatas bukit, memungkinkan para pengunjungnya dapat menikmati pemandangan alam dibawahnya. Selain itu, ada kolam- kolam renang untuk anak- anak dan orang dewasa. Demikian pula, ada sebuah tempat yang sangat sakral bagi warga sekitar. Lokasinya berada di puncak bukit sayuran, warga mengenalnya sebagai tempat bersemadi para penganut kepercayaan kejawen.

Lain dulu, lain pula kondisi tempat wisata pemandian sayuran saat ini. Akses jalan yang bagus, memudahkan saya untuk mencapai ke lokasi dengan mudah. Berbeda dengan beberapa waktu yang lalu, dimana kondisi jalan yang rusak parah. Suasana tampak sepi dan hanya sesekali truk pengangkut batu kapur dan beberapa sepeda motor melintas.

Kondisi pintu gapura sebagai pintu masuk utama menuju kolam- kolam renang didalam area pemandian sayuran terlihat banyak sekali corat- coret berupa gambar dan tulisan. Pintu gapura telah rusak dengan kondisi tidak digembok, demikian pula dengan pagar besinya sudah berkarat dan ada yang hilang.

Masuk ke area kolam- kolam terlihat akses jalannya yang tidak terawat dan banyak sampah dedaunan. Sampai ditepian kolam, tak ada airnya sama sekali dan terlihat banyak ubinnya yang terlepas. Tampak pula jejak- jejak tangan usil yang meninggalkan coretan- coretan di dinding kolam. Banyak sekali terdapat retakan- retakan di dasar kolam dan pada dindingnya.

Kemudian saya bergegas keluar dari area kolam pemandian sayuran, menuju ke tempat persemadian para penganut aliran kepercayaan . Terlihat dari kejauhan gapura lengkung berwarna putih, terdapat sederet tulisan aksara jawa dan tulisan "Waringin seto". Pintu gapura terkunci rapat dan digembok, menandakan tempat ini masih dirawat. Terbukti pada bagian dalam area tempat persemadian ini bersih, meskipun didalam terdapat pohon- pohon perdu yang bersulur. Berbeda dengan bagian halaman luar yang dibiarkan kotor.

Penasaran dengan jalan berbatu yang sepertinya menuju ke bagian belakang dari tempat persemadian ini, ternyata terdapat sebuah bangunan rumah yang bagus. Namun sayang belum sempat melihat kondisi rumah dari jarak dekat, terdengar gonggongan anjing- anjing yang cukup keras dari arah rumah itu. Pertanda kehadiran saya tak dikehendaki.....

Manusia Purba Dan Prasejarah Di Goa Kidang


Gua Kidang berada di kawasan karst Pegunungan Kendeng Utara yang berjarak 35 kilometer dari kota Blora. Gua itu berupa ceruk gunung karst sedalam kira-kira 15 meter dari permukaan tanah bukit karst. Untuk masuk ke gua harus menuruni jalan setapak di areal hutan jati.

Gua itu mempunyai sirkulasi matahari yang baik dan ruangan luas dengan lebar mulut gua 18 meter. Di dalamnya ada ceruk- ceruk dengan stalaktit dan stalagmit. Dahulu, gua tersebut merupakan tempat keluarnya sungai bawah tanah purba. Penelitian manusia purba dan prasejarah di Gua Kidang itu dimulai Balai Arkeologi (Balar) pada 1997. Penelitian baru mengerucut ke kawasan karst Pegunungan Kendeng Utara.

Kerangka remaja berusia 14-19 tahun itu ditemukan meringkuk di kedalaman 80 sentimeter di Gua Kidang, Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Warga sekitar menyebutnya manusia karst Gua Kidang. Kerangka ditemukan di gua pegunungan karst, Pegunungan Kendeng Utara. Tinggi kerangka remaja yang belum diketahui jenis kelaminnya itu diperkirakan 160-170 cm.

Di sekitar kerangka itu ditemukan pula susunan bongkahan batu gamping, remukan remis cangkang, batu gamping berwarna merah, dan fragmen vertebrata. Dari hasil uji karbon, usia kerangka itu diperkirakan 7.770-9.600 tahun. Penemuan kerangka tersebut menegaskan keberadaan manusia prasejarah yang pernah menghuni gua-gua di pegunungan karst pada zaman Holosen (9560-9300 SM).

Pada 2009, Tim Pola Okupasi Gua Kidang Balar Yogyakarta menemukan artefak cangkang kerang, fragmen kerang, dan tulang binatang. Hal itu mengindikasikan gua tersebut pernah menjadi hunian manusia pada kurun waktu tertentu.

Indah Asikin Nurani - Ketua Tim Pola Okupasi Balar Yogyakarta, mengatakan:

"Manusia saat itu tidak serampangan ketika mempertimbangkan gua atau ceruk sebagai hunian. Mereka memilih gua berdasarkan keamanan dan ketersediaan kebutuhan pokok".

Selain artefak cangkang kerang, fragmen kerang, dan tulang binatang, tim menemukan pula fragmen tulang dan gigi Homo sapiens. Penemuan terpenting tim ialah tiga kerangka manusia prasejarah pada 2011- 2013 di kedalaman tanah 80-150 cm. Salah satunya ditemukan dalam posisi meringkuk, seperti bayi dalam rahim.

”Dari ketiga temuan tiga kerangka itu, tim mempertajam riset tentang pola hidup beserta aspek budaya manusia pada zaman itu".

Manusia saat itu tidak serampangan ketika mempertimbangkan gua atau ceruk sebagai hunian. Berdasarkan Laporan Penelitian Arkeologi, bahwa Pola Okupasi Gua-Gua Hunian Prasejarah Kawasan Pegunungan Kendeng Utara Kabupaten Blora (Balar Yogyakarta, 2005), pola adaptasi manusia karst Gua Kidang untuk mempertahankan hidupnya merujuk pada musim. Pada musim kemarau, mereka mengonsumsi binatang tak bertulang belakang, seperti aneka jenis kerang dan siput.

Itu karena lingkungan sekitar mereka pada waktu itu berupa rawa-rawa. Pada zaman itu, Pegunungan Kendeng Utara merupakan kawasan perbukitan yang terbentuk dari penurunan permukaan laut dan di sekitarnya terdapat rawa-rawa dan sungai purba hasil pengendapan laut dangkal. Pada musim hujan, mereka mengonsumsi hewan bertulang belakang. Itu terbukti dari temuan artefak dan ekofak (sisa makanan) hewan darat, terutama kerbau purba.

Tim tidak hanya menggali pola adaptasi manusia prasejarah itu. Temuan kerangka manusia karst tersebut juga membuka pengetahuan baru tentang kecerdasan manusia prasejarah. Mereka mampu membuat alat berburu dan meramu dengan teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan temuan jenis Homo sapiens lain. Mereka juga membuat perhiasan dari cangkang kerang, terutama manik-manik.

Mereka membuat peralatan berbahan cangkang kerang dan tulang binatang. Alat dari cangkang misalnya serut, serut bergerigi dan serut lancipan, serta bandul. Adapun alat dari tulang meliputi lancipan, anak panah, spatula, dan alat pengasah. Teknologi pembuatan alat cangkang dan tulang di Gua Kidang lebih tinggi daripada wilayah lain. Mereka pandai memilih bahan baku alat dan menggunakan alat untuk membuat alat lain.

”Mereka membuat alat-alat berburu dan meramu dari cangkang dan tulang dengan cara membentuk dan mengasahnya menggunakan alat batu. Pada alat dari tulang, beberapa artefak yang ditemukan menunjukkan adanya pembakaran untuk pengerasan alat".

Tim juga menemukan ritual penguburan manusia prasejarah itu. Mereka mengenal tentang hidup dan mati yang disimbolkan dengan penguburan jenazah yang menghadap ke barat atau posisi matahari terbenam. Mereka juga mengenal tata cara merawat jenazah. Di sekitar kerangka mereka, tim menemukan remukan batu kapur merah dan remis cangkang kerang. ”Mereka juga meletakkan jenazah dalam posisi terlipat atau meringkuk, seperti bayi di dalam kandungan".

Di Gua Kidang, tim menemukan pula fragmen gigi gajah purba jenis stegodon dan elephas. Menariknya, habitat hewan itu bukan di Pegunungan Kendeng Utara, melainkan di Bengawan Solo purba, Blora, dan Gunung Patiayam, Pati.

”Kami akan melanjutkan penelitian itu. Seberapa jauh daya jelajah manusia karst Gua Kidang bereksplorasi dalam mempertahankan hidupnya?. Apakah mereka mengenal barter dengan manusia-manusia prasejarah di sekitar Bengawan Solo purba dan Patiayam?”.

Suntoyo - Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Informasi, dan Komunikasi Kabupaten Blora, mengatakan:

Pemerintah menjadikan lokasi temuan sebagai kawasan lindung budaya. Pemerintah dan masyarakat setempat telah diminta menjaga peninggalan prasejarah itu.

Sebelumnya, di Blora ditemukan banyak fosil binatang purba dan manusia prasejarah Homo soloensis. Temuan manusia Gua Kidang diharapkan bisa memperkaya pengetahuan perjalanan manusia purba dan prasejarah.

”Kami berharap Blora menjadi pusat studi manusia purba dan prasejarah untuk melengkapi studi manusia purba di Situs Sangiran, Sragen".

Pengabadian Cinta Di Bebatuan Bukit Cinta

Pemandangan Di Bukit Cinta

Terletak di di Desa Tempel-Lemahbang, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora. Entah sejak kapan dinamakan Bukit Cinta, mungkin nama ini gara-garanya sering disebut di radio- radio lokal ketika itu. Tentu saja, waktu itu belum banyak hp dan mereka memanfaatkan radio untuk berkirim salam kepada teman atau pacar, dan menyebut nama "Bukit Cinta" sebagai tempat janjian untuk ketemuan.


Bukit Cinta menjadi tempat favorit dan ramai dikunjungi pada hari Minggu, yang datang biasanya berpasang-pasangan atau sekelompok anak- anak muda, pelajar SMP dan SMA, yang sudah berumur juga ada bersama anak- anaknya. Tulisan- tulisan pengukuhan cinta tertera ratusan kata- kata cinta yang beberapa diantaranya telah luntur, yang ditulis di batu- batu oleh pasangan muda-mudi yang pertamakali berkunjung di sana atau bahkan berulang-kali.

Perjalanan Ke Bukit Cinta.

Bukit Cinta atau Bukit Selo Parang dapat ditempuh sejauh tak kurang dari 2 kilometer dari jalan raya atau 12 Km dari pusat kota Blora, jika dari arah cepu maka perjalanan ditempuh sejauh 25 km. Dari pertigaan jalan Desa Tempellemahbang atau pertigaan jalan didepan SMU 1 Jepon, kurang- lebih 300-an meter masuk ke jalan Desa tersebut akan menjumpai Balai Desa Tempel yang menghadap ke utara di sisi timur pertigaan jalan.

Pertigaan Tempellemahbang

Dari pertigaan Balai Desa Tempel ini, belok kiri dan lurus saja menyusuri jalan yang mulai menanjak setelah melewati jembatan dan sebuah masjid. Tak berapa lama akan lihat jalan kecil beraspal cukup bagus di sebelah kanan jalan.

Pertigaan kearah Waduk Lemahbang

Dari pertigaan kecil inilah, jalan tersebut akan menuntun sampai di waduk yang berada di bawah Bukit Cinta (Selo Paran). Kendaraan roda empat dapat diparkir di depan sebuah warung sederhana di sisi barat waduk, sedangkan roda dua dapat di parkir di warung sebelah timur waduk.

Warung Di pinggir Waduk Lemahbang

Untuk melepas penat selama perjalanan, tak ada salahnya jika menikmati bekal yang dibawa sambil menikmati pemandangan di seputar waduk. Anda juga dapat menyalurkan hobby memancing, atau sekedar melihat beberapa orang yang sedang menunggu kailnya yang tak kunjung mendapatkan ikan.

Waduk Lemahbang

Pesan saja es teh atau makanan ringan lainnya, sekedar pengisi perut dan melepas rasa dahaga. Nikmati dengan cara lesehan di pinggiran waduk yang sudah tersedia tempat duduk sederhana. Suasananya sejuk dan tidak panas karena posisi warung berada di bawah rerimbunan pohon. 

Landscape Bukit Cinta.

Dari lahan parkir di warung sebelah timur waduk ini, Bukit Cinta bisa ditempuh dengan berjalan kaki pada jalan yang menanjak sejauh tak kurang dari 100-an meter. Pemandangan dari atas perbukitan itu memang cukup indah, seperti pada umumnya pemandangan di dataran tinggi lainnya di blora. Tampak pemandangan di dominasi oleh hutan jati yang baru direboisasi, dan hamparan sawah di sekitar waduk.

Pengabadian Cinta Di Bebatuan.

Tulisan-tulisan cinta tersebar di bebatuan gunung kapur di lahan tak lebih dari 400 meter persegi di atas Bukit Cinta. "Mita Cinta Jaya", "Inem Cinta Budi", "Shodiq Cinta Mala". Simbol- simbol cinta menyertai kata cinta ini, hampir memenuhi seluruh bebatuan di atas bukit ini.

Batu pengabadian cinta

Entah mitos apa yang ingin mereka buat, sehingga menulis cintanya di bebatuan itu. Mungkin, karena pengaruh gaya- gaya percintaan di sinetron yang saat itu juga mulai merambah di entertainment indonesia. Semestinya mereka tak sekedar menulis dengan tipe-ex atau spidol, tetapi memahatnya diatas batu biar tulisan mereka tak luntur atau tak hilang.

Tidak tahu siapa pertama kali yang mencetuskan nama "Bukit Cinta". Yang pasti, masyarakat sekitar sini hanya mengenalnya sebagai Selo Paran.

Saran:
1. Datang ke lokasi pada sore hari, sangat indah menyaksikan matahari tenggelam di ufuk barat.
2. Jangan membawa bekal terlalu banyak karena dikuatirkan akan menimbulkan banyak sampah.
3. Tidak direkomendasikan untuk masuk ke Cafe ( ada Cafe remang- remang ) disebelah barat waduk.
4. Bayar parkir sesuai tarifnya.
5. Ada tambahan fasilitas hiburan yang dapat anda manfaatkan di waduk, yaitu dua angsa air yang bisa digunakan untuk sekedar bermain mengelilingi waduk.

Pesona Tersembunyi Puncak Bukit Pencu



Meskipun belum terdengar gaungnya ke seantero bumi, perbukitan yang sangat terjal ini menyuguhkan pemandangan yang sangat indah. Sejauh mata memandang, yang terpampang didepan mata adalah hamparan lahan pertanian tadah hujan, rumah- rumah penduduk yang sederhana, sebagian luas hutan jati, dan perbukitan kapur. Menyuguhkan pemandangan 360 derajat dengan mengitari puncak bukit ini yang tidak terlalu luas. Dari sisi yang berbeda, maka akan disuguhkan pemandangan yang berbeda pula.

Perjalanan Menuju Lokasi.

Puncak bukit pencu berada di wilayah Kecamatan Bogorejo, tepatnya di sebelah utara Desa Gayam, dapat ditempuh sekitar 1,5 jam dari pusat kota Blora. Di sepanjang perjalanan menuju Puncak bukit pencu, disuguhkan dengan barisan pohon jati di kawasan hutan milik Perhutani yang terletak di Desa Gayam. Sebelum meneruskan perjalanan, sejenak menyempatkan untuk singgah di Sabrangan (perbatasan Desa Gayam dan Desa Gandu) menyuguhkan pemandangan kawasan pegunungan karst.


Kawasan karst merupakan kawasan batuan karbonat yang memperlihatkan bentuk lapisan karst. Kawasan karst tersebut berada di sepanjang jalan di Desa Gandu di sisi kanan dan kirinya dengan topografi sebesar 15-40% dengan ketinggian sekitar 400 m di atas permukaan laut, dimana daerah tersebut merupakan daerah perbukitan.

Sebuah pengalaman perjalanan yang tak akan terlupakan.

Lebih mengasyikkan, jika berada di puncak bukit ini pada pagi dan sore hari. Menikmati munculnya matahari pagi yang malu- malu muncul dari ufuk timur dan hembusan angin pagi yang menyegarkan fikiran dan raga. Atau berada di puncak bukit pada sore hari, menyaksikan sang matahari yang ingin cepat- cepat sembunyi dibalik cakrawala. Sungguh...!!!, tak akan pernah bosan untuk kembali lagi kesini.


Perjalanan harus dilakukan dengan berjalan kaki, karena dari desa ke kaki bukit pencu tak ada lagi jalan yang bisa dilalui dengan kendaraan. Titipkan saja kendaraan ke rumah- rumah penduduk. Jangan kuatir tentang keamanannya, asal memberikan ongkos jasa parkir dan keamanan.

Selayaknya orang yang akan melakukan kegiatan pendakian, persiapkan fisik dan mental dengan prima. Meskipun perjalanan yang ditempuh tidak terlalu lama, namun sangat melelahkan karena menghadapi kondisi jalan yang menanjak dan licin pada saat musim hujan. Sebaiknya perjalanan dilakukan secara berkelompok atau minimal dua orang, dan jangan lupa membawa bekal berupa air mineral dan makanan ringan secukupnya.

Perjalanan pendakian yang menyenangkan.

Sepanjang perjalanan menuju ke puncak bukit pencu, akan menyusuri jalan setapak pematang sawah dan diantara rimbunnya pohon- pohon jati yang baru ditanam di lereng bukit. Terpampang sangat jelas pemandangan alamiah perdesaan dipinggiran hutan yang sangat menyejukkan. Dan, tak terasa perjalanan akan sedikit terasa berat dan membuyarkan pikiran.


Jalan setapak yang menanjak dan terjal, bebatuan yang licin, memaksa harus berhati- hati untuk mengatur langkah menuju puncak bukit. Bagi yang pertamakali melakukan perjalanan seperti ini, tak apalah berhenti sejenak untuk sekedar menikmati bekal yang dibawa.


Seteguk air mineral dan sepotong roti, mengiringi pandangan mata menikmati landscape persawahan dan hutan yang sangat menawan. Seperti lukisan bertema alam yang dipajang di galeri dari seorang maestro, tentu saja pemandangan alamiah ini jauh lebih indah, asli, dan mahal. Lelah pun hilang, berganti dengan semangat untuk segera sampai ke puncak bukit.

Pemandangan yang menentramkan jiwa dan fikiran.

Sejenak beristirahat dan menikmati perbekalan yang tersisa, setelah sampai di puncak bukit pencu. Di sebuah fasilitas sederhana yang tersedia, namun cukup untuk berteduh dari panas sinar matahari yang cukup terik.


Pendakian yang cukup melelahkan, tergantikan dengan perasaan yang tak dapat dilukiskan dengan kata- kata. Sejauh mata memandang sampai ke batas cakrawala, terlepas segala kegundahan yang menumpuk.


Sekedar saran :

1. Tak Masalah kalau ingin "Berteriak dengan Keras" disini ( kebiasaan yang tak bisa hilang ).
2. Bawa bekal secukupnya, terutama air mineral untuk antisipasi dehidrasi.
3. Jangan nyampah, bawa pulang jika perbekalan masih ada sisa.
4. Abadikan moment- moment indah dan menyenangkan dengan kamera yang berkualitas.
5. Bayar uang parkir dan keamanan.
6. Pikirkan lagi untuk kembali kesini.

Pesona tersembunyi puncak bukit pencu yang tak akan bosan untuk dinikmati dan ingin rasanya kembali lagi kesini.

Popular Posts

close