Untuk Anda Kami Ada

Nyasar Di Tempat Yang Sunyi Dan Damai Di Bendung Goa Landak

Bendung Goa Landak

Awal yang tak sengaja, karena tujuan sebenarnya hanya ingin bersepeda menikmati suasana pemandangan pedesaan, persawahan dan hutan disepanjang perjalanan yang saya rencanakan bisa sampai ke jurangjero, bogorejo. Tentu saja perjalanan dengan bersepeda ini akan memakan waktu sekitar 90 menit, mengingat jaraknya yang cukup jauh sekitar 25 Km.

Sepanjang perjalanan, tak ada halangan berarti karena menyusuri jalanan beraspal yang cukup bagus sebagai jalan penghubung antara kecamatan jepon dan kecamatan bogorejo. Tetapi untuk sampai ke desa jurangjero, saya harus mengambil jalan ke utara setelah sampai di pertigaan pasar karang.

Perjalanan dengan bersepeda terus berlanjut hingga melewati dua jembatan dan jalan cor beton di desa karang, dan kemudian perjalanan berat dimulai. Saya merasakan beratnya mengayuh sepeda di jalan berbatu dan kondisi jalan yang menanjak kearah utara, satu- satunya akses jalan ke desa jurangjero.

Jika dicermati, sepertinya kondisi jalan ini sudah pernah di aspal. Mungkin karena kualitas pengerjaan atau material yang digunakan untuk membangun jalan yang tidak bagus, hingga menjadi lebih cepat rusak. Terlihat batuan kricak dan sisa- sisa aspal terkelupas berserakan, hingga terlihat lapisan dasar jalan berupa batuan kapur.

Untungnya selama perjalanan terhibur dengan suasana desa yang penuh dengan keramahan penduduknya. Beberapa kali berhenti dan mampir di warung, sekedar untuk bercengkerama dengan pemiliknya dan bertanya soal arah jalan mana yang harus saya ambil agar tidak nyasar.

Setelah beberapa menit melanjutkan bersepeda, tanpa terasa melewati lahan persawahan yang sedang menguning. Terlihat beberapa orang sedang mengangkut jerami dengan menggunakan motornya, rupanya ada pemilik sawah yang sedang panen padi. Tak ada salahnya untuk berhenti sejenak menikmati pemandangan sawah dan melihat para petani yang sedang panen. Tentunya ini bisa menjadi hiburan tersendiri.

Setelah puas mengabadikan beberapa moment panen padi, perjalanan berlanjut dan masih dalam kondisi jalanan desa yang cukup berat untuk dilalui. Kondisi jalan yang sepi dan rumah penduduk yang mulai jarang, tak ada seorang pun yang bisa ditanya. Sampailah disebuah pertigaan jalan di pinggir sebuah desa yang saya tak tahu namanya.

Hampir tiga puluh menit berhenti, beristirahat, dan berharap banyak ada orang yang lewat untuk sekedar bertanya arah jalan, tetap saja tak ada yang lewat. Akhirnya saya putuskan untuk mengambil jalan kearah kanan yang menanjak dan masuk kelingkungan desa.

Sekali lagi keramahan penduduk desa yang terlihat sepanjang perjalanan membuat saya berhenti dan menanyakan arah jalan. Kondisi jalan yang menanjak dan jumlah rumah penduduk yang masih sedikit, membuat saya bebas mengarahkan pandangan untuk sekedar menikmati suasana desa yang sepi dan berudara sejuk.

Tanpa sengaja saya melihat sebuah kawasan yang cukup luas dengan air yang cukup melimpah, sepertinya sebuah embung atau bendungan. Posisinya berada di sebelah barat desa, di tengah lahan persawahan. Saya pun akhirnya harus kembali turun ke pertigaan jalan dipinggir desa tadi. Ternyata jalan terdekat dan mudah menuju ke kawasan itu adalah dari pertigaan jalan pinggir desa kearah kiri.

Menyusuri jalan tanah dan dibagian pinggirnya ada saluran air atau lebih tepatnya irigasi, dan tak membutuhkan waktu lama pun akhirnya sampai juga ke kawasan ini.

Pintu air
Bendung Goa Landak

Ternyata namanya "Bendung Goa Landak" dan saya tak tahu mengapa dinamakan demikian. Setelah saya menanyakan ke beberapa orang yang saya jumpai, nama itu di ambil dari beberapa goa atau lubang- lubang besar yang ada disekitar pintu air yang saat ini telah ditutup.

Perluasan kawasan bendungan dan perbaikan pintu air, menyebabkan goa- goa itu harus ditutup agar air yang tertampung dibendungan tidak masuk ke goa- goa atau lubang- lubang itu. Mengenai hewan Landak yang menghuni goa- goa itu, penduduk desa pun tak ada yang tahu karena keberadaan landak itu hanya cerita turun- temurun saja.

Melihat- lihat sekeliling bendung goa landak ini, membuat saya harus membatalkan tujuan semula. Suasana yang jauh dari kebisingan suara knalpot, polusi udara, dan tentunya pemandangan sekitar bendung goa landak, membuat saya betah berlama- lama untuk menikmatinya. Bersepeda ke jurangjero akan saya lakukan lain waktu saja.

Irigasi Bendung Goa Landak


Sepertinya bendung goa landak ini sudah sejak lama ada, tentu saja kondisinya tidak seperti saat ini. Ini terlihat dari bangunan pintu air yang masih menggunakan struktur konstruksi bangunan yang lama. Jika diamati lebih detail, konstruksi pintu air mirip bangunan jaman orde lama dan masih difungsikan.

Sejauh mata memandang kearah selatan, ternyata bendung ini bisa mengairi lahan persawahan yang sangat luas pada musim penghujan. Sayangnya saat ini sedang musim kemarau, hingga airnya surut tidak bisa untuk mengairi sawah. Sedangkan pada bagian utara adalah landscape perbukitan kapur dan hutan jati.

Keberadaan Bendung Goa Landak ini belum banyak yang mengetahui, termasuk saya yang baru pertamakali menginjakkan kaki disini. Tentunya inilah pengalaman "Nyasar Di Tempat Yang Sunyi Dan Damai Di Bendung Goa Landak", untuk pertamakalinya saat bersepeda menikmati suasana pedesaan yang jaraknya bisa dibilang cukup jauh dari pusat kota blora.

Embung Plered Digadang Menjadi Destinasi Wisata Baru Di Blora

Embung Plered, Destinasi wisata Blora

Embung Plered letaknya ternyata berada dipinggir hutan sebelah selatan dukuh betet, desa purworejo, kecamatan Blora. Meski pada awalnya untuk mencari lokasi embung ini, saya harus bertanya kepada banyak orang yang mungkin pernah mendengar atau bahkan sudah mengunjungi tempat ini. Pada kenyataannya masih banyak yang belum tahu, beberapa orang bahkan menunjukkan dan mengarahkan saya untuk menuju ke embung desa kemiri, kecamatan Jepon.

Kurang informasi atau lebih tepatnya tidak ada promosi, yang membuat Embung Plered ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Mungkin juga disebabkan karena tempatnya yang jauh dari keramaian pusat kota Blora, yang membuat masyarakat enggan untuk berkunjung ke embung ini. Embung buatan seluas 1,5 hektar ini cukup menarik untuk dikunjungi karena lokasinya berada dipinggir hutan jati dan persawahan di sebelah selatan desa purworejo.

Embung Plered dibangun dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan air untuk persawahan di desa purworejo dan sekitarnya. Namun demikian selain untuk kebutuhan pertanian, tentu saja dapat dimanfaatkan untuk yang lainnya, seperti rekreasi menikmati pemandangan, sekedar berjalan mengelilingi embung dan memancing. Tak perlu takut untuk berlama- lama di embung pleret, bila kehabisan bekal dapat membeli minuman atau makanan kecil di "Warung Mbak Mega Jomblang" satu- satunya warung sederhana yang ada di sini.

Masih banyak hal yang harus diperbaiki, ditambah dan dirawat dengan baik, bila mengharapkan Embung Plered ini dapat menjadi destinasi wisata baru di blora. Yang paling mendesak untuk dilakukan adalah menata lingkungan sekitar Embung agar terlihat lebih asri dan hijau dengan melakukan reboisasi. Akses jalan masuk menuju desa purworejo juga harus segera diperbaiki. Dan tentunya, penyebaran informasi tentang embung plered sebagai destinasi wisata baru di blora juga sangat penting untuk dilakukan segera.

Saya tidak akan menceritakan rute perjalanan yang mana yang akan anda tempuh jika ingin ke Embung Plered?. Silakan gunakan google map saja, cara termudah untuk mengetahui rute pilihan terdekat dari posisi anda. Jangan kuatir, kondisi jalan yang akan anda lalui tidak terlalu buruk. Untuk memperlancar perjalanan anda menuju ke embung, dan jalan mana yang harus anda pilih, karena banyaknya persimpangan jalan. Agar anda tidak tersesat, sebaiknya sempatkan untuk berinteraksi dengan masyarakat dengan berhenti di warung atau toko.

Mengunjungi Embung Plered sebaiknya dilakukan secara berkelompok, entah itu bersepeda, menggunakan motor, ataupun mobil. Hal ini untuk mengantisipasi jika ada yang mengalami kerusakan, karena sepanjang jalur menuju Embung Plered tidak saya temukan adanya Bengkel yang buka pada hari minggu.

Kemeriahan Cap Go Meh Di Klenteng TITD Hok Tik Bio, Blora


Cap Go Meh memiliki arti hari kelimabelas dan hari terakhir masa perayaan Tahun Baru Imlek bagi komunitas umat Tionghoa di seluruh dunia. Istilah Cap Go Meh sendiri berasal dari bahasa hokkien, Cap berarti Sepuluh, Go berarti Lima, Meh berarti Malam. Disimpulkan bahwa perayaan Tahun Baru Imlek berlangsung selama 15 hari sejak awal tahun baru dan diakhiri dengan Cap Go Meh.

Peringatan Cap Go Meh yang selalu dirayakan umat Tionghoa di hari kelimabelas bulan pertama penanggalan Imlek setelah tahun baru diselenggarakan di Klenteng TITD Hok Tik Bio Blora, Senin sore (22/2)dan dimeriahkan dengan atraksi barongsai dan naga mustika.

Atraksi Barongsai dimainkan oleh anak-anak dan remaja klenteng.

Sejak pukul 17.00 WIB, ratusan warga Blora beramai-ramai memadati halaman klenteng untuk menyaksikan anak-anak dengan lincah memainkan kesenian yang berasal dari tanah leluhur umat Tionghoa ini. Dengan atraktif, barongsai serta leang leong bergantian naik susunan kursi dan memberikan penghormatan kepada dewa kemudian kepada para penonton yang memadati halaman klenteng sejak sore hingga petang.

Koh Njin - pengurus klenteng, menyatakan:

"Kami mengajarkan kesenian ini kepada anak-anak agar tetap ada regenerasi sehingga di Blora ada penerus pemain barongsai dan leang leong".

"Kami menampilkan anak-anak sebagai pemain barongsai dan leang leong agar terbiasa tampil di depan umum, untuk membentuk mental anak-anak".

Kuliner Lontong Khas Cap Go Meh, Dibagikan Gratis Untuk Para Pengunjung.

Tidak lengkap rasanya jika perayaan Cap Go Meh tanpa kuliner Lontong Khas Cap Go Meh. Seperti yang dilakukan umat Tionghoa di Blora, pada Senin sore (22/2) untuk menyambut malam Cap Go Meh di halaman Klenteng TITD Hok Tik Bio membagikan kuliner khas Lontong Cap Go Meh kepada para pengunjung sembari menyaksikan atraksi barongsai dan leang leong.


Kuliner khas tahunan yang hanya ada disaat merayakan Cap Go Meh ini pun langsung habis diserbu anak-anak dan orang dewasa yang hadir di halaman klenteng hingga Senin petang tadi. Dengan lahap, mereka menikmati kelezatan Lontong Cap Go Meh yang dimasak ibu-ibu Yayasan Klenteng TITD Hok Tik Bio Blora.

Anis - salah satu pengunjung klenteng, mengatakan:

"Saya baru sekali ini ikut merasakan lontong cap go meh, sebelumnya belum pernah, ternyata enak, sedikit pedas dengan bumbu sambal gorengnya dan hampir mirip lontong opor namun ini lebih banyak bumbunya".

Totok - penjaga Klenteng TITD Hok Tik Bio Blora, menyatakan :

"Pembagian lontong cap go meh sudah rutin dilakukan setiap tahun dalam rangka mengakhiri peringatan Tahun Baru Imlek di hari kelimabelas bulan pertama".

"Kalau orang islam di Jawa kan ada lebaran ketupat setelah sepekan Idul Fitri. Kalau di umat Tionghoa ini istilahnya Cap Go Meh yakni 15 hari pasca peringatan tahun baru imlek bertepatan saat bulan purnama sambil menikmati lontong cap go meh".

"Lontong Cap Go Meh hanya ada di Indonesia sebagai wujud akulturasi budaya jawa dan tiongkok, sementara di Tiongkok sendiri tidak ada yang namanya lontong cap go meh".

Untuk diketahui, pada dasarnya lontong cap go meh adalah masakan adaptasi peranakan Tionghoa Indonesia terhadap masakan asli Indonesia, tepatnya masakan Jawa. Hidangan ini terdiri dari irisan lontong bulat yang melambangkan bulan purnama dengan disajikan bersama sayur opor, lodeh, sambal goreng hati, acar, telur bacem, dan kerupuk.

Acara kemeriahan Cap Go Meh berlangsung hingga malam hari dan kemudian ditutup dengan sembahyangan khusus Cap Go Meh.

Goa Sentono Di Tepian Bengawan Solo

Kondisi alam Desa Mendenrejo Kecamatan Kradenan Blora yang terdiri dari perbukitan kapur (karst) ternyata memiliki tempat wisata bersejarah yakni Goa Sentono. Meskipun lokasinya jauh dari pusat Kabupaten Blora, namun keberadaan goa alam ini sudah tidak asing di mata masyarakat, terlebih letaknya yang berada di lembah Sungai Bengawan Solo.

Daripada dari Kota Blora, lokasi Goa Sentono lebih dekat jika ditempuh dari Kecamatan Cepu atau Randublatung. Butuh waktu sekitar satu jam dari Kota Blora untuk sampai ke lokasi goa ini. Sepanjang perjalanan akan banyak melihat landscape pemandangan sawah, hutan dan pegunungan yang membuat mata segar. Meskipun di tepian Bengawan Solo, lokasi Goa Sentono berada di perbukitan sehingga pemandangannya cukup bagus untuk menikmati indahnya Bengawan Solo dikala matahari terbenam.

Akses ke lokasi goa ini bisa ditempuh dengan mobil ataupun motor. Sesampainya di Desa Mendenrejo, wisatawan bisa mengambil jalan arah Desa Medalem namun sesampainya di pertigaan Sentono bisa belok ke kanan menuju lokasi Dukuh Sentono Desa Mendenrejo.

Di kawasan Goa Sentono tersebut terdapat sebuah pendopo atau rumah sederhana yang biasa digunakan warga sebagai lokasi acara sedekah bumi setiap tahunnya dengan hiburan seni tayub.

Untuk menuju mulut Goa Sentono, dari pendopo tersebut harus ditempuh dengan jalan kaki sejauh kurang lebih 100 meter. “Goa Sentono persis ada di tebing sebelah Sungai Bengawan Solo. Harus hati-hati berjalan menuruni tebing tepi sungai,” kata Andy.

Goa Sentono berada di pegunungan kapur. Mulut goa tidak jauh dari tebing Sungai Bengawan Solo dengan lebar sekitar 3 meter, ketinggian sekitar 2,5 meter dan kedalaman hingga sekitar 10 meter. Jika dilihat ke dalam bentuknya semakin mengerucut. Sehingga semakin ke dalam pengunjung harus membungkuk.

Warga sekitar percaya jika diteliti dan digali lebih dalam maka goa ini bisa tembus hingga ke pegunungan kapur yang berada di Kabupaten Tuban. Bagian dalam goa terlihat gelap karena minimnya penerangan.

Sebelum memasuki kawasan goa, pengunjung merasa seperti berada di lembah. Sepanjang mata memandang terdapat hamparan Sungai Bengawan Solo dari ketinggian tertentu. Hawa sejuk menyapa dikala angin berhembus. Tentu pemandangan alam disebelah sungai terpanjang di Pulau Jawa ini menjadi suatu suguhan wisata yang mengguratkan keindahan.

Dari lembah tersebut berjalan menurun di bebatuan 150 meter pengunjung harus berhati-hati karena jalan bebatuan cukup curam. Dari atas hanya tampak batu besar. Namun setelah sampai di bawah barulah kelihatan Goa Sentono.

Lokasi ini memiliki potensi wisata yang bisa dikembangkan. Sayangnya sampai saat ini masih minim perhatian dari pemerintah setempat untuk mengembangkan goa yang ada di Desa Mendenrejo ini.

Sampai saat ini pemerintah daerah hanya memberi papan nama Kawasan Situs Goa Sentono di atas bukit, tidak ada upaya pengelolaan wisata lebih serius dari dinas terkait. Sebagian kawasan ini masih berstatus milik warga, sedangkan sebagian lainnya merupakan lahan milik desa.

Setiap hari minggu atau akhir pekan, banyak pengunjung dari kecamatan lain menikmati keindahan alam Goa Sentono. Banyak para muda mudi yang memadu kasih dikala sore sambil melihat keindahan sunset diatas Bengawan Solo dari Goa Sentono.

Perpaduan pegunungan, goa dan sungai ini justru menjadi daya tarik para penghobi fotografi. Sering para fotografer datang ke Goa Sentono. Cukup banyak angle saat memotret di lokasi ini. Kebanyakan yang kesini para remaja.

Bagi masyarakat setempat, Goa Sentono juga sarat nilai sejarah. Banyak versi yang menjelaskan bahwa goa ini ada kaitannya dengan sejarah Desa Mendenrejo, namun dengan versi yang berbeda-beda dari cerita rakyat setempat.

Revitalisasi Pasar Tradisional Jepon Tahap 2

Pembongkaran Kios dan Toko di Pasar Jepon

Revitalisasi Pasar Tradisional Jepon Tahap 2 telah mulai dilakukan pada awal bulan september 2015 dengan membongkar sederetan kios bagian barat dan utara Pasar. Terlihat kios- kios yang berada di sebelah barat Pasar telah rata dengan tanah. Pembongkaran pun berjalan lancar karena sebelumnya sudah disosialisasikan kepada para pedagang.

Sementara para pedagang menempati lapak sederhana yang dibuat secara swadaya di sekitar pasar karena direlokasi. Agar revitalisasi tidak mengganggu aktifitas jual beli, dipasang pagar seng mengelilingi area pembangunan. Hal ini ditujukan agar debu proyek tidak sampai kemana-mana sehingga para pendagang dan pembeli tetap bisa melakukan transaksi ekonomi tanpa ada gangguan.

Maskur - Kepala Disperindagkop UMKM Kabupaten Blora, menjelaskan:

"Sejak dimulainya pembangunan Pasar Jepon tahap kedua ini, para pedagang telah direlokasi ke lapak sementara yang ada di sekitar pasar".

Dari data yang diperoleh, ada sekitar 200 yang kena relokasi sementara sampai pembangunan selesai. Pembangunan ditarget akan selesai pada akhir tahun nanti. Untuk sementara sambil menunggu pembangunan pasar tahap kedua ini selesai, pedagang ditempatkan di lapak-lapak yang ada di Jl.Damaran serta di lapangan belakang pasar.

Revitalisasi Pasar Tradisional Jepon Tahap 2 ini dilakukan oleh kontraktor pemenang tender dibawah pengawasan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi UMKM (Disperindagkop UMKM) Kabupaten Blora. Dengan dibiayai anggaran dari pemerintah pusat sebesar Rp 6,4 miliar yang bersumber dari APBN Perubahan 2015.

Kedung Biru

Berenang di Kedung Biru - Todanan, Blora

Kedung biru belum lama dikenal oleh masyarakat, bahkan warga blora pun baru kali ini mengetahuinya. Masyarakat setempat lebih mengenalnya dengan sebutan kedung kelir, namun oleh netizen menyebutnya dengan nama yang lebih familiar yaitu Banyu Biru. Sudah banyak gambar- gambar yang menyebar melalui media sosial, foto- foto narsis para netizen yang sudah berkunjung ke kedung biru atau banyu biru.

Perjalanan dari Blora kota menuju ke arah barat menyusuri sepanjang jalan Blora - Purwodadi, setelah sampai dipertigaan Pasar Ngawen, kemudian belok ke kanan melintasi jalan menuju ke Japah, Padaan, Ngapus, hingga akhirnya tiba di Todanan. Akses jalan desa yang sudah bagus memudahkan untuk segera mencapai lokasi. Kawasan kedung biru atau banyu biru berada di sebelah persemaian bibit jati milik BKPH Kalonan KPH blora yang berjarak sekitar 150 meter.

Setelah membayar retribusi parkir kendaraan di area persemaian BKPH Kalonan, perjalanan menuju lokasi dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Cukup dekat, tak berapa lama akan terdengar gemericik air sungai. Sungai yang lebarnya kurang lebih 5 meter dengan bebatuan khas sungai menjadikan suasana tampak asri. Gemericik air itu ternyata bersumber dari aliran air sungai yang jatuh setinggi 1 meter ke bawah ke kedung biru.

Meski kondisi saat ini sedang kemarau, kedung biru tak pernah kering airnya. Kedung biru adalah bagian dari aliran sungai yang memiliki kedalaman sekitar tiga meter. Dibandingkan dengan bagian aliran sungai yang lain, kedung biru dapat digunakan sebagai area untuk berenang. Terlebih ada beberapa bagian kedung biru yang memiliki permukaan lebih tinggi, hingga memungkinkan untuk melakukan lompatan dari atas.

Kedung biru merupakan destinasi baru yang membutuhkan perhatian lebih serius jika ingin dikembangkan menjadi tempat wisata alam di blora. Aspek keamanan bagi para pengunjung yang ingin berenang di kedung biru harus menjadi perhatian yang cukup serius. Meskipun sudah ada larangan untuk berenang di lokasi kedung yang cukup dalam ini, akan lebih baik jika ada petugas yang mengawasi.

Sumber Mata Air Perbukitan Kendeng Utara Mulai Berkurang, Air Waduk Bentolo Tercemar

Waduk Bentolo

Sumber air alami di blora sebenarnya cukup banyak dan kalau dikelola dengan baik akan bisa mengurangi masalah kekurangan air bersih saat musim kemarau tiba. Mata air yang ada tersebut paling banyak berada di desa-desa di sekitar lereng perbukitan kendeng utara.

Di desa-desa itu banyak sumber mata air yang selama ini menjadi andalan masyarakat sekitarnya akan kebutuhan air bersih. Beberapa diantaranya ada yang sudah di manfaatkan dengan membuat bak-bak penampungan agar masyarakat bisa mudah mengambilnya. Beberapa lainnya masih dibiarkan dan hanya dibuat kolam-kolam.

Dari pantuan langsung, sumber air itu bisa ditemukan mulai dari Desa Waru, Soko Kecamatan Jepon, kemudian Desa Jurangjero, Nglengker, Tempurejo dan desa-desa yang masuk kecamatan Bogorejo di lereng perbukitan kendeng utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Rembang dan Tuban.

Sumber Mata Air Perbukitan Kendeng Utara Mulai Berkurang debit airnya memasuki musim kemarau saat ini, meskipun demikian air yang ada masih mencukupi kebutuhan warga sekitar sumber air tersebut.

Mbah Ramijan - warga Desa Soko, Kecamatan Jepon Blora, mengatakan :

"Sumber air yang ada didesa kami cukup banyak, selama ini dialirkan ke masing-masing rumah dengan cara memasang selang di kolam sumber mata air. Ada beberapa sumber air yang belum dialirkan karena tidak memiliki biaya".

"Selama ini sumber mata air yang ada, mampu mencukupi kebutuhan air warga desa. Namun saat kemarau seperti saat ini memang berkurang debit airnya".

Berbeda dengan kondisi yang ada di Waduk Bentolo di Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, air waduknya tercemar dan tak bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan air baku. Padahal, Waduk bentolo merupakan satu- satunya harapan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat di kecamatan Todanan, Ngawen dan Kunduran, yang disalurkan melalui instalasi perusahaan air minum daerah, selain untuk memenuhi pengairan lahan pertanian.

Wahyu Agustini - Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Blora, membenarkan:

"Memang adanya pencemaran air di Waduk Bentolo, dari hasil uji laboratorium menunjukkan kandungan logam berat dalam air tersebut, namun kelihatanya bukan dari pabrik gula karena logam berat tak ada di limbah pabrik gula".

"Meski demikian perlu penelitian panjang untuk mengkaji pencemaran air waduk, dimungkinkan ada faktor lain yang perlu dikaji lebih lanjut".



Menurut warga, Air Waduk Bentolo Tercemar berulang kali. Pantauan di lokasi, terlihat warna air waduk berubah agak ungu dengan bau menyengat. Kondisi ini mengakibatkan ikan- ikan tak mampu bertahan hidup dan banyak yang mati. Untuk sementara, PDAM Kabupaten Blora menghentikan pendistribusiannya. Saat ini air waduk hanya bisa digunakan untuk memenuhi pengairan areal pertanian di sekitar lokasi. Sedangkan kebutuhan air baku diambil dari sendang Putri dengan biaya tambahan dan mengantri dengan PDAM.

Popular Posts

close