Untuk Anda Kami Ada

Awal Mula Perlawanan Samin

Awal Mula Perlawanan Samin, di cerita pada masa penjajahan Kolonial Belanda ( sebelum akhir perang Diponegoro dan awal Tanam Paksa), Sumoroto merupakan sebuah kabupaten besar di Jawa Timur (kini hanya sebuah distrik dalam wilayah kabupaten Tulungagung, Jawa Timur).

Tersebutlah Raden Aryo Surowijoyo yang sejak kecil didik oleh orang tuanya ( Raden Mas Adipati Brotoningrat ) untuk mengenal lingkungan kerajaan, dijejali oleh pandangan figuratif pewayangan yang mengangungkan tapa brata, gemar pihatin, suka mengalah (demi kemenangan akhir), dan mencintai keadilan.

Setelah Raden Aryo Suryowijoyo beranjak dewasa, rupanya ia gelisah melihat realitas kehidupan rakyatnya. Oleh orang tuanya pun, ia diajak memikirkan penderitaan rakyat yang dijajahan Belanda. Ia sering berdiam diri, berangan-angan ingin meninggalkan kehidupan kerajaan, membaur dengan rakyat jelata dan melawan penjajah Belanda.

Pada suatu hari dengan langkah mantap Raden Aryo Suryowijoyo keluar dari istana dan membaur dengan rakyat jelata. Selanjutnya Raden Aryo Suryowijoyo ingin membuktikan bahwa ia tidak lagi tertarik akan dunia kepangrehprajanan dan lebih tertarik kehidupan rakyat jelata.

Kekecewaan dan kegetiran yang menumpuk, sehingga membawa ke gelanggang perjudian, madat, dan merampok. Ia sering merampok orang-orang kaya yang menjadi kaki tangan Belanda. Hasil rampokannya dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Kekejaman penjajahan Belanda dan kesengsaraan rakyat yang tidak ada habisnya menjadi alasan mengapa ia harus melakukan tindakan ini.

Pada tahun 1840, Raden Aryo Suryowijoyo menghimpun kelompok brandalan yang berada di wilayah Rajekwesi sampai Kanor. Kelompok perkumpulan tersebut diberi nama “Tiyang Sami Amin” Dari nama kelompok perkumpulan itulah muncul istilah samin. Dalam kelompok ini, pemuda diajarkan tingkah laku yang baik terhadap sesama, jangan sampai melakukan hal yang semena-mena, harus berjiwa besar , sabar, dan harus menentang penjajah Belanda. Diajarkan pula olah kanuragan, olah budi, olah batin, dan cara berperang.

Tahun 1859, lahirlah Raden Aryo Kohar di desa Ploso Kedhiren. Randhublatung Blora. Anak dari Raden Aryo Surowijoyo (samin Sepuh), cucu Raden Mas Adipati Brotodiningrat juga mempunyai sebutan Kanjeng Pangeran Aryo Kusumowinahyu, yang masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro. Setelah dewasa ia mengubah namanya menjadi Samin Surosentiko (Samin Anom).

Raden Aryo Surowijoyo merasa kecewa, sebab sampai pada generasi Raden Aryo Kohar (Samin Surosentiko, Samin Anom) rakyat masih sengsara, masih ditarik pajak oleh Pemerintah Kolonial Belanda, apabila tidak membayar pajak rakyat di pukuli dan dihajar seperti binatang. Maka pada saat seperti itu , Raden Aryo Surowijoyo (Samin Sepuh) menghilang entah kemana, menurut masyarakat samin, bahwa Raden Aryo Surowijoyo tidak pernah mati, melainkan “mokhsa” menjadi penghuni kaswargan,(Sastroatmodjo, 2003:28) sehingga Raden Aryo Kohar (Samin Surosentiko, Samin Anom) hidupnya morat marit. Ia hanya diwarisi tiga bau sawah, satu bau ladang, dan enam ekor sapi.

30 tahun kemudian, Samin Surosentiko memiliki gagasan mendekati masyarakat, mengembangkan ajarannya, mengadakan perkumpulan di balai desa atau di lapangan. Semakin lama pengikutnya semakin banyak, karena mereka tahu bahwa gagasannya baik. Gagasannya itu ingin mendirikan kerajaan batin seperti Amartapura dengan raja Prabu Darmokusumo atau Puntodewo, raja titisan Dewa Darmo, dewa kebaikan. Pengukitnya, tersebar mulai dari wilayah Nginggil dan Klopoduwur Blora, Tapelan Ngraho, Bojonegoro, Kutuk Kudus, Gunungsegara Brebes, Kandangan Pati, dan Tlaga Anyar Lamongan. Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, Kabupaten Blora, dipersiapkan sebagai basis pemberontakan melawan pemerintah Hindia Belanda.

Popular Posts

close