Perayaan Badha Kupat dilaksanakan seminggu setelah lebaran fitri oleh warga pedesaan di Kabupaten Blora. Konon, yang pertama kali memperkenalkan budaya bodo kupat adalah para sunan wali songo (wali sembilan), sebab mereka setelah berpuasa ramadhan selama sebulan dan berbuka sehari pada Idul Fitri (lebaran hari pertama).
Maka mulai hari kedua lebaran sampai hari ketujuh biasanya menyambung puasa lagi selama 6 hari, yaitu puasa 6 hari syawal yang hukumnya sunah, baru kemudian sore hari ketujuh dan hari kedelapan berbuka seperti hari-hari lainnya dalam setahun.
Kemudian diantara wejangan dan nasehat wali-wali tersebut, bahwa barang siapa yang berpuasa Ramadhan selama sebulan dan kemudian dilanjutkan dengan puasa enam hari pada bulan Syawal maka akan mendapatkan keselamat dunia akhirat, atau keselamatan yang sempurna, atau dalam bahasa arabnya Salamatan Kaaffatan.
Kata bahasa arab inilah (salamatan kaaffatan) yang ketika diadopsi oleh telinga orang jawa maka berubah pengucapannya menjadi Selamatan Kupatan, sehingga nama lain dari "badha kupat" adalah selamatan kupat.
Sedangkan kata "badha", asalnya yaitu dari bakda yang lengkapnya bakda syawal atau setelah syawal, karena dirayakan seminggu setelah satu syawal. Kemudian kata bakda syawal dan salamatan kaaffatan ini adaptasi menjadi bakda kaaffatan, kemudian menjadi bakdha kupatan, kemudian menjadi "badha kupat".
Kata "badha" inilah yang kemudian diadaptasi dalam bahasa Indonesia menjadi Lebaran, yang aslinya dari kata lebar atau bar yang dalam bahasa jawa berarti sesudah atau selesai, sama dengan arti badha yang aslinya bakda (sesudah) dan bakdha.
Kata yang lainnya, konon kata "kupat" berasal kependekan frasa "nyukupke kang papat" (melengkapi empat hal), atau dari frasa "laku kang papat" (melakukan empat hal), empat hal yang dimaksud yaitu, puasa ramadhan selama sebulan, kemudian membayar zakat fitrah, sholat Ied dan yang terakhir puasa enam hari pada bulan syawal.
Sedangkan yang lain mengatakan asli kata kupat berasal dari frasa "ngaku lepat" atau "kulo lepat' yang berarti mengakui kesalahan dan kekeliruan, hal inilah yang kemudian mendasari tradisi saling memaafkan dan silaturrahim pada waktu Idul Fitri.
Kemeriahan perayaan badha kupat yang dilakukan oleh warga desa, bahkan bisa jadi melebihi kemeriahan Iedul Fitri. Saling mengunjungi tetangga dalam lingkup satu desa, diteruskan dengan mengunjungi saudara di lain desa. Demikian pula dengan hidangan yang disajikan di setiap rumah warga, anda akan melihat berbagai jenis masakan dan jajanan untuk memulyakan tamu yang datang.