Tradisi Ngupati Sapi merupakan salah satu tradisi asli Kabupaten Blora, yaitu sejenis dengan ritual komunal untuk mendoakan sapi-sapi yang telah membantu pekerjaan masyarakat dalam membajak sawah dan lain sebagainya. "Tradisi Ngupati Sapi" artinya memberi sedekah pada sapi dengan cara dikalungkan pada leher sapi, berupa ketupat atau lepet yang sudah matang dan sudah didoakan dalam kendurian sederhana dengan mengundang tetangga dekat.
Walaupun mengalami perbedaan dengan yang dilakukan masyarakat dahulu, tetapi perbedaan itu tidaklah hal yang berdampak negatif, semua maksud dan tujuannnya sama yaitu sama-sama berdoa, baik untuk sapinya maupun untuk warga desa tersebut, dan hal yang berbeda hanyalah tata caranya. Karena apa yang dilakukan masyarakat sekarang merupakan kelanjutan dari tradisi masyarakat terdahulu, sesuai dengan pengetahuan dan keyakinannya maka terjadi perbedaan itu.
Tradisi Ngupati Sapi" masih berlangsung di sebagian besar wilayah pedesaan di kabupaten Blora. Hingga sekarang masih terus dilaksanakan pada Bula suro dan waktu panen tiba.
Alasan mengapa hanya sapi yang "dikupati" padahal yang kita ketahui banyak hewan-hewan yang lain yang dipelihara masyarakat, hal ini dikarenakan sapi dianggap sebagai rojokoyo (harta berharga) yang mempunyai nilai jual tinggi dan cepat berkembang sebagai simpanan kekayaan masyarakat setempat, terbukti jika seseorang mempunyai banyak sapi maka dia dianggap orang kaya.
Selain alasan tersebut, sapi dapat membantu pekerjaan manusia, misal saja ketika hendak menanam padi, sawah yang masih kosong dialiri air yang cukup kemudian dibajak dengan sapi, kotoran sapi juga bisa digunakan sebagai pupuk alami tanpa harus membeli pupuk kimia, sapi juga bisa membantu membawa barang-barang yang berat dengan gerobak, jadi bisa dikata sapi banyak berguna dalam membantu manusia dan sudah selayaknya jasa sapi dihargai.
Seperti yang kita ketahui bahwa sebuah tradisi berlangsung secara turun-temurun selama itu masih diyakini oleh masyarakat yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan Tradisi "Ngupati Sapi" yang ada, tetapi ada sedikit perbedaan dalam hal keyakinan, jika masyarakat zaman dahulu memberi kalung pada sapinya dengan keyakinan bahwa sapi yang dikalungi akan beranak-pinak menjadi banyak dan selamat, masyarakat sekarang tidak melainkan hanya mendoakan, karena diyakini bahwa doalah yang bisa mengantarkan permintaan mereka kepada Allah untuk dikabulkan dan memberi kalung ketupat hanyalah sebagai simbol saja.
Makna dan tujuan yang terkandung dalam tradisi ini adalah memberi penghargaan atau brokohan (sedekahan) kepada sapi yang telah berjasa dalam membantu kegiatan manusia, supaya diberi kesehatan, keselamatan dan beranak-pinak menjadi banyak, serta harta yang dimiliki diberkahi oleh Allah swt, selain itu doa juga dipanjatkan untuk leluhur dan masyarakat semuanya.
Tidak semua masyarakat terlibat dalam hal ini, karena orang yang tidak mempunyai sapi tidak ikut membuat ketupat dan biasanya diberi oleh tetangga dekat. Tradisi ini termasuk dalam jenis ritual komunal karena kebanyakan masyarakat masih menjalankannya. Ritual ini dijalankan sesuai dengan kepercayaan masyarakat sekarang, sehingga terdapat sedikit perbedaan dengan masyarakat dahulu.
Tradisi Ngupati Sapi" tidak selamanya berlangsung secara statis melainkan secara dinamis, karena pemikiran antara orang dahulu dengan orang sekarang memiliki perbedaan, meskipun demikian tidak menghapus tradisi yang sudah ada sejak dulu, mereka yang masih memiliki sapi tetap melaksanakan tradisi ini, hanya saja proses pelaksanaannya yang berbeda.