Untuk Anda Kami Ada

Aturan Hukum Dalam Tradisi Lisan Wong Samin


Aturan hukum dalam tradisi lisan wong samin, secara sederhana terdapat tiga aturan hukum (angger-angger) yang harus diikuti dan dipatuhi:



  • angger-angger pratikel (hukum tindak tanduk),
  • angger-angger pengucap (hukum berbicara), serta
  • angger-angger lakonana (hukum perihal apa yang perlu dijalankan).


  • Hukum yang pertama, berbunyi:

    "Aja drengki srèi, tukar padu, dahpèn, kemèrèn. Aja kutil jumput, mbedhog colong"

    Maksudnya, wong samin dilarang memiliki sifat dengki (membenci orang lain), berperang mulut, iri hati terhadap orang lain, berkehendak memiliki hak orang lain. Selain itu, juga dilarang mengambil milik orang lain tanpa ijin dari yang punya.

    Hukum yang kedua, berbunyi:

    "Pangucap saka lima bundhelané ana pitu lan pengucap saka sanga bundhelane ana pitu"

    Maksudnya, orang berbicara harus meletakkan pembicaraannya di antara angka lima, tujuh, dan sembilan. Angka-angka tersebut di sini adalah angka-angka simbolik belaka. Makna umumnya adalah kita harus memelihara mulut kita dari segala kata-kata yang tidak senonoh atau kata-kata yang dapat menyakiti hati orang lain. Tidak "menjaga" mulut, mengakibatkan hidup manusia di dunia ini tidak sempurna. Maka orang harus berbicara secara baik dengan orang lain.

    Hukum yang ketiga, berbunyi:

    "Lakonana sabar trokal. Sabaré diéling-éling. Trokalé dilakoni"

    Maksudnya, Wong Samin senantiasa diharapkan ingat pada kesabaran dan serta kesabaran itu dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menghadapi segala permasalahan, prinsip kesabaran dan ketabahan dalam menyelesaikan masalah menjadi acuan utama. Di lain sisi, selalu menempatkan segala bentuk kebahagiaan maupun kesedihan sebagai bagian dari sesuatu yang kodrati dan harus diterima. Secara umum, prinsip ini dapat dihubungkan dengan filsafat Jawa: "wong sabar bakal subur" (orang yang sabar kelak akan makmur/bahagia) ataupun "nrimo ing pandum" (menerima dengan iklas pemberian Tuhan).

    Bukti nyata dari kesetiaan terhadap aturan tesebut dapat dilihat pada kehidupan kekinian mereka. Sekadar contoh, ketika melihat sesuatu benda berharga di jalan, mereka tidak akan mengambilnya, mereka terus saja berjalan tanpa memperdulikan barang yang tertinggal tersebut. Jangankan mengambilnya, bermaksud mengambilnya saja tidak. Karena menurut mereka, barang itu bukanlah miliknya, dan tidak ada izin dari yang punya barang. Wong Samin tidak pernah berkehendak untuk mengikuti capaian-capaian kegiatan ekonomi orang lain, semua sudah ada rejekinya masing-masing, begitulah prinsip hidup mereka.

    Samin Surosentiko cenderung menganut sifat puritan di mana para pengikutnya dilarang mencuri, berbohong, dan berzina. Sebaliknya mereka dianjurkan untuk bekerja dengan rajin, untuk sabar, jujur, murah hati, tidak memandang perbedaan status sosial dan mencintai sesama.

    Popular Posts

    close